Pengertian
mutu atau quality dapat ditinjau dari
dua perspektif konsep. Konsep pertama tentang mutu bersifat absolut atau mutlak
dan konsep kedua adalah konsep yang bersifat relatif. Kedua konsep tersebut
akan dikaitkan dengan pendidikan.
Dalam
konsep absolut mutu menunjukan kepada sifat yang menggambarkan derajat
baiknya Siswa sebagai produk dan orangtua siswa yang memberikan
kepercayaan kepada lembaga sekolah.
Sebagai lawan dari konsep absolut adalah konsep mutu yang bersifat relatif.
Pada konsep mutu absolut derajat produk (siswa), mencerminkan kualitas lulusan,
dan tingginya standar atau tingginya penilaian lembaga yang melaksanakan proses
KBM atau orangtua siswa tersebut. Sedangkan dalam konsep mutu yang bersifat
relatif, derajat mutu itu bergantung pada penilaian pengguna lulusan. Pandangan
tentang mutu yang bersifat absolut ini membawa implikasi bahwa dalam proses KBM digunakan criteria. Untuk menilai
mutu dan kriteria itu ditentukan oleh Lembaga atau orangtua siswa. Atas
dasar kriteria itu Lembaga menentukan kualitas lulusan yang di didiknya. Oleh
karena itu, dalam manajemen Pendidikan, agar dihasilkan lulusan berkualitas
perlu dilaksanakan fungsi pengendalian mutu (quality control), yakni suatu
divisi, team WMM yang bertugas melakukan penilaian (judgment) berdasarkan
kriteria tertentu terhadap lulusan yang dihasilkan sebelum memasuki pasar
kerja, apakah termasuk kategori lulusan tidak berkualitas, atau
berkualitas tinggi. Dalam manajemen
Pendidikan, melakukan pengendalian mutu setelah suatu produk di hasilkan
seringkali menimbulkan kerugian. Kerugian itu mungkin disebabkan oleh adanya
sejumlah lulusan yang gagal (tidak bermutu). Oleh karena itu, gerakan mutu
memikirkan tentang proses KBM yang bisa menjamin kualitas lulusan itu memenuhi
kriteria yang ditetapkan.
Konsep tentang mutu yang bersifat absolut dewasa ini
telah berubah. Perubahan itu dapat diidentifikasi dari orientasinya, yakni yang
semula berorientasi pada lembaga
bergeser pada pengguna lulusan.
Mutu suatu produk bukan semata-mata ditentukan oleh
Lembaga melainkan juga ditentukan oleh pengguna lulusan, keterlibatan pengguna
dalam menentukan kualitas lulusan, adalah dengan cara lembaga mempertimbangkan
harapan dan kebutuhan pengguna terhadap lulusan yang dihasilkan, apakah
memuaskan atau memenuhi kebutuhan mereka. Kualitas lulusan adalah paduan
sifat-sifat yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan penggunanya, baik
yang tersirat maupun yang tersurat.
Atas dasar hal tersebut, dalam manajemen Pendidikan ada
suatu mekanisme penjaminan agar lulusan yang dihasilkan berkualitas dengan
sekecil mungkin kegagalan. Penjaminan ini berkaitan dengan proses, sumber daya
manusia dan bahan baku termasuk sarana dan prasarana yang digunakan, yang
dikenal dengan penjaminan mutu (quality assurance). Penjaminan mutu ini tidak
hanya dilaksanakan pada saat proses KBM, tetapi mulai dari bahan baku, proses
dan alat yang digunakan, sampai kepada lulusan
yang dihasilkan. Penerapan pendekatan manajemen mutu itu tidak lagi
memerlukan pengendalian mutu setelah lulusan dihasilkan, melainkan semua sumber
daya dan fakor yang terkait dengan proses KBM dikelola agar terjamin
dihasilkannya lulusan yang berkualitas. Sistem manajemen mutu semacam ini
dikenal dengan penjaminan mutu. Tujuan utama dari sistem manajemen mutu
ini adalah untuk mencegah atau memperkecil terjadinya kesalahan dalam proses
KBM dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksanakan selama
proses KBM diawasi. Apabila terjadi kesalahan segera dilakukan perbaikan
sehingga terjadinya kerugian yang lebih besar bisa dihindari. Penerapan
manajemen mutu seperti ini memiliki nilai keunggulan, yaitu adanya standar
kerja dan lulusan yang ditetapkan terlebih dahulu serta adanya upaya untuk
mengawasi proses KBM secara ketat. Meskipun dalam jangka pendek untuk memulai
penerapan sistem manajemen mutu seperti ini relatif mahal, karena harus
tersedia berbagai sumber daya khusunya sumber daya manusia yang handal,
namun dalam jangka panjang sistem ini sangat menguntungkan, karena dapat
dicegahnya pemborosan yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan dalam proses
KBM.
Dengan demikian lulusan yang dihasilkan terjamin mutunya,
dalam arti bisa memenuhi atau bahkan melebihi harapan pengguna. Dalam
perspektif manajemen mutu, mengendalikan mutu suatu produk setelah dihasilkan
bisa menghadapi resiko terjadinya sejumlah produk yang tidak sesuai dengan
standar yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa proses KBM lebih mahal. Dalam
bidang pendidikan logika inipun dapat diterapkan. Oleh karena itu, diperlukan
suatu upaya pengelolaan mutu dalam bentuk jaminan atau assurance, bahwa semua
aspek yang terkait dengan layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah
mencapai standar mutu tertentu sehingga keluaran yang dihasilkan sesuai dengan
harapan. Konsep yang terkait dengan hal ini dalam manajemen mutu dikenal dengan
Quality Assurance (QA) atau Penjaminan Mutu. Pada penjaminan mutu terdapat
langkah-langkah yang satu sama lainnya saling berkaitan. Proses penjaminan mutu terdiri atas
tujuh langkah yaitu:
1). Penetapan standar,
2).
Pengujian/ audit mengenai sistem pendidikan yang sedang berlangsung,
3). Penyimpulan tentang ada tidaknya kesenjangan antara sistem yang
ada dengan standar yang ditetapkan. Bila terdapat kesenjangan maka akan
ditempuh langkah.
4). Identifikasi kebutuhan
dalam upaya untuk memenuhi standar yang ditetapkan, dilanjutkan dengan
5). Pengembangan sistem perbaikan dan
memadukan perbaikan dengan sistem yang berlangsung. Namun bila tidak terdapat
kesenjangan akan ditempuh,
6). Pengkajian
ulang kesesuaian standar dengan
sistem secara berkelanjutan. Selain itu, dalam upaya memberi
kepuasan itu diperlukan suatu,
7). Patokan atau standar tertentu. Dengan
demikian, semua fungsi manajemen diarahkan agar semaksimal mungkin semua
layanan yang diberikan sesuai atau melebihi harapan pelanggan/ pengguna yang
tercermin dari standar itu.